Nasional

Ini Alasan Pentingnya Peran Pemuda dalam Aksi Iklim

BisnisExpo.Com Jakarta – Peran pemuda menjadi sangat berharga di bulan ini khususnya dalam memperingati Sumpah Pemuda, peristiwa bersejarah yang dinisiasi oleh pemuda Indonesia 93 tahun silam. Untuk meneruskan cita-cita perjuangan mereka, kaum muda memikul tanggung jawab menjaga bangsa ini termasuk dalam mencegah perubahan iklim. Hal itu diungkapkan Amanda Katili Niode, Director of Climate Reality Indonesia pada wokrshop “Suara Pemuda Indonesia: Berbagi Aspirasi untuk Aksi Iklim”.

“Peran pemuda sangat penting dan sekarang harus masuk sebagai bagian penting dari tataran nasional. Pesan utamanya adalah menunjukkan bahwa kita peduli, kita bisa dan kita mulai bertindak untuk bersama-sama mewujudkan ambisi-ambisi terkait iklim,” terangnya.

Duta besar Italia untuk Indonesia Benedetto Latteri setuju bahwa pemuda berperan penting dalam mencegah perubahan iklim. Hal itu terbukti dari upaya-upaya yang telah dilakukan Uni Eropa terhadap isu global seperti melalui penyelenggaraan agenda tahunan Pekan Diplomasi Iklim. “Peran pemuda memberikan dorongan yang dibutuhkan agar kita bisa bertindak lebih banyak dan lebih cepat untuk mengatasi perubahan iklim,” ucapnya.

Menurut Latteri, dalam 10 tahun kedepan semua negara harus menurunkan emisi CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar fosil untuk beralih mempromosikan penggunaan sumber daya energi terbarukan yang akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.

Senada dengan itu, Steven Setiawan, perwakilan pemuda asal Indonesia yang hadir di acara Pra-COP Youth di Milan, Italia menyebut kehadirannya sebagai penggerak ambisi (Youth Driving Ambition). Untuk kali pertamanya, acara pemuda pra-COP diselenggarakan oleh Pemerintah Italia pada 28-30 September 2021 yang dihadiri sekitar 400 anak muda paling menakjubkan di dunia dari 197 negara anggota.

“Ada tiga rekomendasi yang dihasilkan. Pertama, keikutsertaan pemuda sangat bermakna dan harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait perubahan iklim. Kedua, perlu dilakukan peningkatkan kapasitas melalui dukungan keuangan, administratif dan logistik. Yang terakhir, mereka meminta negara-negara mendedikasikan pendanaan untuk partisipasi pemuda dalam proses pengambilan keputusan,” jelasnya.

Masih terkait peran pemuda, Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI Indeka Dharma Putra bercerita bagaimana KEHATI berusaha mempopulerkan keanekaragaman hayati Indonesia dari segi keunikan, pelestarian, pemanfaatan secara berkelanjutan baik melalui aksi nyata maupun dunia maya.

“Keberagaman itu mendatangkan banyak manfaat bagi manusia dan berfungsi menjaga kestabilan alam. Oleh karena itu, Biodiversitas tidak bisa dihilangkan begitu saja, namun harus dijaga terlebih karena itu erat hubungannya dengan budaya masyarakat,” jelasnya.

Sementara Manajer Kebijakan dan Advokasi Yayasan Econusa Cindy Junicke Simangunsong menyoroti pentingnya kedaulatan pangan. Sayangnya, narasi kedaulatan pangan di Indonesia jika mengacu kepada FAO ternyata kerap digunakan sebagai argumen untuk menggencarkan proyek food estate oleh pemerintah.

“Pada kenyataannya Indonesia memiliki 77 sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 junis buah-buahan dan 228 jenis sayuran serta 110 jenis rempah dan bumbu-bumbuan. Karena itu kita perlu memperkuat diversifikasi pangan dengan melibatkan masyarakat lokal, perbaikan tata distribusi pangan sampai ke unit terkecil pemerintahan serta perlindungan keanekaragaman hayati dan lingkungan. Jika hal itu tidak dilakukan, maka di tahun 2045 akan ada 90 juta orang di Indonesia masuk dalam kelompok rentan kelaparan,” tegasnya.

Menyikapi hal itu, perwakilan Climate Reality Indonesia Ari Wijanarko Adipratomo menegaskan bahwa kondisi Indonesia saat ini berada pada level “Red Code” atau kondisi bahaya, dimana manusia harus berhenti mengeksploitasi alam. Salah satunya bisa diamati dari sisi persampahan dimana timbunan sampah di Indonesia 2000 – 2019 adalah sebesar 115-184 kg/ kapita/ tahun, dengan estimasi kerugian sebesar Rp 213-551 triliun atau setara 4-5% PDB Indonesia.

Sementara terkait tantangan di masa mendatang (2045-2060) pembangunan secara “business as usual” telah memunculkan beberapa hal, seperti: peningkatan suhu 2.0-2.6C pada tahun 2050 dapat mengakibatkan penurunan PDB Indonesia hingga 16.7 – 30.2%, kebutuhan energi yang meningkat 2 kali lipat di 2060, dan tutupan hutan diperkirakan berkurang menjadi hanya 45% pada tahun 2045.

“Potensi kerugian dan dampak perubahan iklim semakin memperparah kondisi Indonesia di masa mendatang sehingga diperlukan suatu langkah besar untuk meminimalkan risiko dampak perubahan iklim yang semakin meningkat,” tutupnya.